Kasih Sayang Rasulullah Kepada Umat nya
Nabi Muhammad SAW adalah utusan
Allah yang merupakan sosok pemimpin penuh cinta dan kasih sayang. Satu hal yang
patut disyukuri umat muslim, bahwa mereka memiliki seorang imam yang sangat
mulia dan senantiasa mencintai mereka tanpa ada batasnya. Serupa dengan hal
tersebut “Sesungguhnya Muhammad adalah
seorang yang cerdas, sangat agamis, dan sosok manusia paling penyayang yang
dikenal oleh sejarah.” (Edward Monte; orientalis dan filsuf Perancis, Rektor
Universitas Geneva).
Dalam
beberapa riwayat telah dijelaskan bahwa tak ada manusia yang lebih mencintai manusia
lainnya kecuali Rasulullah Saw. Bahkan, kasih sayang beliau kepada umatnya
melebihi kasih sayang orangtua kandung kepada anaknya sendiri. Bahkan, ketika beliau di ujung ajalnya, sebanyak tiga
kali beliau berujar syahdu nan sendu, “Umatku, umatku, umatku.” Dalam firman
Allah telah dijelaskan betapa besar kasih sayang dan pengorbanan beliau untuk
umatnya. Kasih sayang itu, bahkan menjadi sifat Rasulullah SAW:
قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ
عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah datang
kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu,
sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasih lagi
penyayang terhadap orang-orang mukmin” (QS.
At-Taubat : 128).
Menurut
Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an mengatakan, “Allah
tidak mengatakan rasul dari kalian tetapi mengatakan dari kaummu sendiri”.
Ungkapan ini lebih sensitif, lebih dalam hubungannya dan lebih menunjukkan
ikatan yang mengaitkan mereka. Karena beliau adalah bagian dari diri mereka,
yang bersambung dengan mereka dengan hubungan jiwa dengan jiwa, sehingga
hubungan ini lebih dalam dan lebih sensitif.”
Sedangkan
menurut Ibnu Katsir dalam Tafsir Qur’anil Adzim berkata,
“Allah SWT menyebutkan limpahan nikmat yang telah diberikan-Nya kepada
orang-orang mukmin melalui seorang rasul yang diutus oleh-Nya dari kalangan
mereka sendiri, yakni dari bangsa mereka dan sebahasa dengan mereka.”
Diantara kasih sayang dan
pengorbanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah tiga hal berikut:
1.
Selalu Menginginkan Keselamatan dan Kebaikan bagi
Umatnya
Rasulullah
senantiasa menginginkan keselamatan dan kebaikan bagi umatnya, meskipun pada
saat itu mereka masih menentang dakwah Rasulullah. Bahkan memusuhi dan
menyakiti hati Sang Nabi. Rasulullah tidak ingin umatnya diadzab Allah,
meskipun malaikat telah datang menawarkan bantuan, seakan malaikat itu sudah
tidak sabar dengan penderitaan Muhammad akibat permusuhan kaum/kabilah
tertentu.
2.
Memberi Syafaat bagi Umatnya
Inilah
kasih sayang dan pengorbanan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang
kedua, yang tidak dimiliki oleh para nabi sebelumnya. Yakni syafaat untuk umat.
Sebenarnya, setiap Nabi diberikan doa mustajab oleh Allah. Namun, nabi-nabi
sebelumnya telah menggunakan doa tersebut, sebagiannya sebagai senjata
pamungkas untuk menghancurkan orang-orang kafir dengan adzab Allah. Adapun Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau menyimpan doa tersebut sebagai
syafaat bagi umatnya, kelak di hari hisab. Rasulullah bersabda:
لِكُلِّ نَبِىٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ فَتَعَجَّلَ
كُلُّ نَبِىٍّ دَعْوَتَهُ وَإِنِّى اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِى شَفَاعَةً لأُمَّتِى
يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَهِىَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ
أُمَّتِى لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا
“Setiap Nabi memiliki doa yang mustajab, maka setiap
nabi menyegerakan doanya. Dan sesungguhnya aku menyembunyikan doaku sebagai
syafa’at bagi umatku pada hari kiamat. Dan insya Allah syafa’atku untuk setiap
orang yang mati dari kalangan umatku dalam keadaan tidak menyekutukan Allah
dengan sesuatu apa pun” (HR. Muslim).
3.
Meringankan Sakaratul Maut Umatnya
Kasih
sayang dan pengorbanan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang tidak
kalah besarnya terjadi pada akhir hayat beliau. Saat itu, Malaikat maut
ditemani Jibril datang kepada beliau mengabarkan hendak mencabut nyawa beliau.
“Bolehkah
aku masuk?” kata seseorang yang mengetuk pintu rumah Rasulullah. Saat itu
Fatimah menunggui sang Nabi.
“Maaf,
ayahku sedang demam,” jawab Fatimah. Tetapi, Rasulullah yang tahu bahwa tamu
itu adalah malaikat, beliau menyuruh Fatimah mempersilakan.
“Ketahuilah,
dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan
di dunia. Dialah malaikatul maut,” Fatimah menahan tangis, sadar akan berpisah
dengan ayah tercinta. Malaikat maut datang menghampiri, lalu mengajak
Jibril setelah Rasulullah menanyakannya.
“Jibril,
jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” tanya Rasululllah, suaranya telah
melemah.
“Pintu-pintu
langit telah dibuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka
lebar menanti kedatanganmu, ” kata Jibril.
Di saat
seperti itu, Rasulullah tetap memikirkan umatnya. Beliau tidak puas dengan
jawaban Jibril untuk beliau saja.
“Engkau
tidak senang mendengar khabar ini wahai kekasih Allah?” tanya Jibril. “Wahai
Jibril, bagaimana dengan nasib umatku kelak?”
“Jangan
khawatir, wahai Rasulullah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku:
‘Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di
dalamnya,” kata Jibril.
Setelah
itu, sesuai perintah Allah, malaikat maut perlahan-lahan mencabut ruh
Rasulullah. Fatimah dan Ali yang duduk di dekat Nabi tak kuasa menahan air
mata. Bahkan Jibril juga tak "tega." Namun, Rasulullah justru meminta
agar beliau menanggung sakaratul maut umatnya.
“Ya
Allah, dahsyat nian sakaratal maut ini, biarlah aku menanggung sakaratul maut
ini, jangan (beratkan sakaratul maut) pada umatku," pinta Rasulullah.
Setelah berwasiat “Ummatii, ummatii, ummatiii!” beliaupun menghembuskan
nafasnya yang terakhir.
Sang
Nabi terakhir yang sangat mencintai umatnya itupun menghadap Allah untuk
selamanya.
Oleh
karena itu, seyogyanya sebagai umat muslim patut mencintai, mengikuti dan
meneladani Rasulullah. Serta memantaskan diri sebagai umat yang didambakannya.
Sehingga kelak dapat bersama di surganya. Amin.
Komentar
Posting Komentar